Selasa, 12 Juni 2012

KORBAN TRAFIKING SELAYANG PANDANG

Sejarah perdagangan manusia (trafiking) senantiasa mendapatkan respon serius dari berbagai bangsa dari masa kemasa, sebab perdagangan manusia merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Tuntutan yang begitu kuat untuk melawan dan menghapuskan perdagangan manusia, mencerminkan betapa permasalahan tersebut dipandang sebagai tindakan yang merugikan dan bertentangan dengan nilai kemanusian yang dapat dikatagorikan sebagai kejahatan kemanusiaan. Untuk mengetahui tentang kebijakan penanggulangan korban trafficking. Kiranya perlu dibahas dan dipahami terlebih dahulu mengenai pengertian trafficking sebagaimana dijelaskan dalam Kepres nomor 88 tahun 2000. Yaitu “segala tindakan pelaku trafficking yang mengandung salah satu/lebih tindakan perekrutan.pengangkutan antar daerah & antar negara, pemindah tanganan, pemberangkatan, penerimaan & penampungan sementara. dengan cara ancaman, penggunaan kekerasan verbal & fisik, penculikan penipuan serta tipu muslihat dimana perempuan dan anak diekploitasi dengan memanfaatkan posisi kerentanan korban”. Bahkan yang menjadi objek dari trafficking adalah perempuan dan anak. Trafficking manusia adalah rekruitmen, transportasi, transfer, penampungan atau penerimaan orang dengan ancaman atau penggunaan kekuatan atau bentuk pemaksaan lain, culik, tipu, daya, salah guna kekuasaan atau ketergantungan atau dengan pemberian atau penerimaan pembayaran atau imbalan lain dalam memperoleh persetujuan dari seseorang yang memiliki kendali atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi dalam bentuk melacurkan orang lain, kerja atau layan Paksa, budak atau praktek yg menyerupai budak, hamba atau ambil organ tubuh (PROTOCOL TO PREVENT, SUPPRESS AND PUNISH TIP, ESPECIALLZ WOMEN AND CHILDREN PASAL 3 a,b ) Menurut UU NO.21 TH 2007 Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi Atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Jadi apa sebenarnya yang menjadi pertimbangan dibentuknya undang-undang nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang.. “Bahwa setiap orang sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak-hak asasi sesuai dengan kemuliaan harkat dan martabatnya yang dilindungi oleh undang-undang. Makanya Perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak, merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia dan melanggar hak asasi manusia. Perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak, merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia dan melanggar hak asasi manusia Makanya Untuk mencegah dan menanggulangi tindak pidana perdagangan orang didasarkan pada nilai-nilai luhur, komitmen nasional, dan internasional untuk melakukan upaya pencegahan sejak dini, penindakan terhadap pelaku, perlindungan korban, dan peningkatan kerja sama. Resiko menjatuhkan hukuman jauh lebih berat dibandingkan dengan upaya pencegahan. Disinilah Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat, dan keluarga wajib mencegah terjadinya tindak pidana perdagangan orang. Sudah barang tentu Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membuat kebijakan, program, kegiatan, dan mengalokasikan anggaran untuk melaksanakan pencegahan dan penanganan masalah perdagangan orang. Kebijakan public yang diambil tentunya perlu ada langkah-langkah sistimatis dari mulai pengumpulan fakta, data, teori dan kebijakan terdahulu yang mendukung. Dari setiap kebijakan yang digulirkan bisa dilaksanakan dengan baik dengan dukungan sumberdaya manusia, pengorganisasian, pembelajaran dan pertumbuhan , keuangan serta yang dilayani customer merasa nyaman dan puas. Untuk melaksanakan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengambil langkah-langkah untuk pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang. Dikarenakan Indonesia menganut azas trias politika yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945. Maka setiap pencegahan dan penanganan tindak pidana mesti melibatkanlegislative, yudicative, dan eksekutive.. Untuk mengefektifkan dan menjamin pelaksanaan langkah-langkah sebagaimana dimaksud di atas. Pemerintah membentuk gugus tugas yang beranggotakan wakil-wakil dari pemerintah, penegak hukum, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, dan peneliti/ akademisi. Perlu dipahami bahwa merebaknya perdagangan orang itu sudah jadi jaringan yang ber sel satu, sulit untuk dijaring dengan cepat. Apalagi azas hukum yang berlaku itu praduga tak bersalah maka Untuk tujuan pencegahan dan penanganan korban tindak pidana perdagangan orang, Pemerintah wajib membuka akses seluas-luasnya bagi peran serta masyarakat, baik nasional maupun internasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, hukum, dan kebiasaan internasional yang berlaku. Faktor-faktor apa saja yang bisa terjadinya trafficking. (1)Rentannya ketahanan keluarga; (2).Kebiasaan setempat yang tidak lazim pada masyarakat umum; (3).Kesenjangan ekonomi, lapangan kerja terbatas, kemiskinan; (4).Pendidikan rendah; (5).Kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat akan hak dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak (6).Lingkungan yang buruk dan kurang mendukung pertumbuhan sosial dan budaya yang sehat. Dimana sebenarnya peran pemerintah untuk mencegah terjadinya trafficking. Dintaranya harus memperhatikan tentang (1). Minimnya Jaminan Sosial, Kesehatan, Pendidikan, Perlindungan dan Keamanan; (2). Situasi Politik dalam & Luar Negeri yang tidak kondusif; (3).Lemahnya penegakan hukum; (4). Belum adanya perlindungan bagi korban; (5).Tingkat korupsi tinggi; (6). Kebijakan yang mengekalkan nilai patriarki; (7).Pembinaan moraitas dan spiritualitas belum efektif; (8). Peran media massa. Untuk itu karakter masyarakat global harus diingatkan tentang teori kebutuhan yang berjenjang. Jangan sampai memenuhi kebutuhan yang loncat-loncat. Misalnya cukupi dulu kebutuhan dasar, kemudia setelah cukup baru kebutuhan psikologis, setelah ketuhan dasar dan spikologis terpenuhi baru penuhi kebutuhan pengembangan diri. Setelah berkembang baru memenuhi kebutuhan aktualisasi diri. Dengan demikian diperlukan aktivitas dari stakeholders untuk menanamkan nilai-nilai fungsi keluarga yang dikenal dalam program BKKBN dan PKK. Diantaranya ada delapan fungsi keluarga seperti halnya : fungsi agama, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi perlindungan, fungsi reproduksi, fungsi sosial pendidikan, fungsi ekonomi, fungsi pembinaan lingkungan. Insya Allah dengan menjiwai, memaknai dan mengamalkan delapan fungsi keluarga. Akan mampu menditeksi terhadap proses terjadinya kasus trafficking sepertihalanya 1. Perekrutan, atau 2. Transportasi/memindahkan, atau 3.Transfer, atau 4. Penampungan/penyekapan, dengan CARA: 5. Ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari kekerasan, penculikan, penipuan, tipu muslihat, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi kerentanan (termasuk situasi dimana seseorang tidak memiliki pilihan), atau dengan memberikan atau menerima pembayaran atau keuntungan guna mencapai keinginan untuk menguasai orang lain, untuk tujuan EKSPLOITASI. Mengapa ekploitasi itu harus dicegah, disebabkan jenis ekploitasi itu demi kepentingan Prostitusi; PRT dalam kondisi buruk; Buruh pabrik di sweatshop; Buruh anak di Jermal; Mail Order Bride; Buruh Migran tanpa perlindungan; Pengemis dan anak jalanan. Indikasi yang terjadi dalam proses trafficking seperti halnya (1).memberikan informasi yang kurang lengkap atau dengan sengaja tidak disampaikan atau disampaikan lain à PENIPUAN; (2).Penampungan orang yang tidak manusiawi à PENYEKAPAN; (3).Menyerahkan, atau mengirim kepada orang lain à MEMPERDAGANGKAN; (4).Memaksa atau merasa terpaksa, KORBAN melakukan atas kehendak orang, tanpa ada pilihan lain; (5).Menyalahgunakan jabatan atau wewenang atau kepercayaan à MEMALSUKAN / PEMALSUAN. Masalah krusial yang sering ditemukan dalam trafficking tentunya berhubungan dengan kepentingan bisnis ketenaga kerjaan seperti halnya : 1. Dijadikan Pembantu Rumah Tangga , 2. Dijadikan Komoditas seksual dan pornografi, 3. Dijadikan Tenaga perahan, jermal, perkebunan, 4. Dijadikan Pengemis, pengamen, pekerja jalanan, 5. Adopsi palsu dan penjualan bayi, 6. Dijadikan istri melelui pengantin pesanan kemudian dieksploitasi, 7. Dijadikan pedagang obat terlarang, 8. Dipekerjakan diperkebunan di pabrik dengan upah murah, 9. Dijadikan obyek eksploitasi seksual bagi pedofilia, 10. Dijadikan obyek percobaan di bidang ilmu pengetahuan atau pencangkokan organ tubuh, 11. Dijadikan tenaga kerja migran ilegal, 12. Dijadikan alat bayar hutang. Mengasihani korban trafficking bukan harus meratapi tapi mari bersama bergandeng tangan menemukan solusi. laporan segera: ke Kantor Polisi, Pemerintahan Kecamatan atau Kelurahan,Dinas Sosial Setempat. Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga Mandiri (LK3 Mandiri)Dinas Sosial Kab Banyuasin http://lk3mandiribanyuasin.blogspot.com